Pandemi Covid-19 membawa dampak besar pada perekonomian Indonesia. Menurut data BPS, pada kuartal dua tahun 2020, PDB Indonesia mengalami kontraksi atau penurunan sebesar 5,2% (yoy). Pertumbuhan ekonomi ini lebih buruk dari prediksi pemerintah yaitu kontraksi sebesar 4,3% (yoy) pada kuartal dua tahun 2020.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dilakukan pemerintah sebagai upaya membendung dampak pandemi, selama Agustus telah terealisasi sebesar 39,11% atau Rp 271,94 triliun dari anggaran Rp 695,2 triliun. Dana yang digunakan untuk pembiayaan PEN sebagian besar berasal dari utang pemerintah dalam berbagai bentuk yang menyebabkan melebarnya defisit anggaran dan meningkatnya pembiayaan utang.
Tentu patut dipahami bahwa pembiayaan utang dalam situasi pandemi saat ini bukan serta merta merupakan langkah yang buruk. Langkah serupa dilakukan oleh banyak negara di dunia guna membendung dampak ekonomi yang lebih buruk. Roda perekonomian yang melambat akibat menurunnya daya beli dan penghasilan masyarakat dapat dipacu dengan berbagai stimulus dan bantuan pemerintah.
Salah satu sektor yang menjadi target program PEN adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). UMKM merupakan sektor penting dalam perekonomian nasional. Kontribusi terhadap PDB sebesar 60%, kemampuan menyerap tenaga sebesar 96% tenaga kerja, dan jumlah pelaku yang mencapai 98% dari pelaku usaha nasional merupakan alasan kuat kenapa UMKM harus diselamatkan dari dampak pandemi.
UMKM mendapatkan porsi anggaran PEN sebesar 123,47 Rp triliun. Saat ini bantuan tersebut disalurkan dalam bentuk bantuan UMKM produktif dan penyaluran kredit usaha dengan subsidi bunga. Pada Agustus realisasi program PEN untuk UMKM adaah sebesar Rp 52,09 triliun. Diharapkan anggaran tersebut dapat mendorong UMKM bangkit dari efek pandemi Covid-19.
Tetapi muncul pertanyaan, apakah anggaran tersebut sudah cukup sebagai modal membangkitkan UMKM dari dampak pandemi? Adakah skenario lain yang dapat menjadi alternatif pendukung pemulihan UMKM tanpa lebih lanjut memberatkan APBN?
Investasi Masyarakat Kelas Menengah
Salah satu alternatif yang dapat diambil pemerintah sebagai sumber dana pemulihan UMKM adalah investasi masyarakat kelas menengah. Studi Bank Dunia dalam laporan berjudul Aspiring Indonesia: Expanding te Middle Class yang dirilis pada Januari 2020 menunjukkan bahwa sekitar 52 juta jiwa (20% populasi) Indonesia merupakan kelas menengah dengan jumlah pengeluaran sebesar Rp 1,2 – Rp 6 juta per bulan. Masyarakat kelas menengah juga merupakan penyumbang sebesar 47% konsumsi nasional, dengan pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, dan hiburan sebesar 56%.
Dana investasi masyarakat kelas menengah dapat dijadikan pendorong roda perekonomian nasional melalui mekanisme crowd-funding. Mungkin banyak diantara Anda banyak yang sudah tau apa itu equity crowdfunding. Dalam mekanisme platform crowdfunding, masyarakat diberikan kesempatan untuk menyertakan pemodalan kepada suatu badan usaha dengan imbal balik kepemilikan usaha tersebut dalam bentuk saham.
Pada 2018 pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 37/POJK.04/2018 mengenai Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowd-funding). Peraturan ini mengatur mengenai pendanaan masyarakat bagi perusahaan start up dengan modal sendiri dan modal disetor minimal Rp 2,5 M pada saat mengajukan permohonan.
Pada peraturan tersebut masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp 500 juta dapat melakukan penyertaan modal maksimal sebesar 5% dari penghasilan maksimal per tahun. Dengan estimasi pengeluaran per tahun masyarakat kelas menengah Indonesia adalah sebesar Rp 14,4 – Rp 72 juta per tahun, maka terdapat potensi sebesar Rp 720 ribu – Rp 3,6 juta per orang yang dapat dialokasikan untuk investasi crowd-funding. Dengan demikian terdapat potensi sebesar Rp 37,4 – Rp 187,2 triliun sebagai dana investasi bagi UMKM yang dapat dikumpulkan dari masyarakat kelas menengah.
Tentu peraturan tersebut kurang sesuai sebagai wadah pelaksanaan crowd-funding bagi UMKM, tetapi dapat digunakan sebagai model bagi peraturan sejenis yang dikhususkan untuk pendanaan UMKM. Modal minimal dan modal disetor, batas maksimal pendanaan, serta mekanisme pendanaan crowd-funding yang sudah ada masih perlu disesuaikan dengan kondisi UMKM dan masyarakat kelas menengah.
Kelebihan lain dari penerapan equity crowdfunding Indonesia sebagai langkah alternatif penunjang program pemulihan ekonomi nasional adalah masyarakat kelas menengah juga akan menikmati keberhasilan pemulihan ekonomi dari bagi hasil investasi. Peningkatan penghasilan dari hasil investasi ini dapat pula menjadi pendorong laju perekonomian nasional di masa depan, sehingga menjadi multiplier effect bagi daya beli dan penciptaan lapangan kerja baru.